TUGAS
SOFTSKILL
MAKALAH
ILMU SOSIAL BUDAYA
(Faktor-faktor
yang Mendorong Perubahan Masyarakat Menjadi Masyarakat yang Modern)
Disusun Oleh
Nama : Anggit Setiawan
NPM : 31413022
Kelas : 2ID03
JURUSAN
TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan umat manusia
pun mengalami perubahan. Menurut para pemikir post modernis dekonstruksi, dunia
tak lagi berada dalam dunia kognisi, atau dunia tidak lagi mempunyai apa yang
dinamakan pusat kebudayaan sebagai tonggak pencapaian kesempurnaan tata nilai
kehidupan. Hal ini berarti semua kebudayaan duduk sama rendah, berdiri sama
tinggi, dan yang ada hanyalah pusat-pusat kebudayaan tanpa periferi. Sebuah
kebudayaan yang sebelumnya dianggap pinggiran akan bisa sama kuat pengaruhnya
terhadap kebudayaan yang sebelumnya dianggap pusat dalam kehidupan manusia
modern.
Wajah kebudayaan yang sebelumnya dipahami sebagai proses
linier yang selalu bergerak ke depan dengan berbagai penyempurnaannya juga
mengalami perubahan. Kebudayaan tersebut tak lagi sekadar bergerak maju tetapi
juga ke samping kiri, dan kanan memadukan diri dengan kebudayaan lain, bahkan
kembali ke masa lampau kebudayaan itu sendiri. Lokalitas kebudayaan karenanya
menjadi tidak relevan lagi dan eklektisme menjadi norma kebudayaan baru.
Manusia cenderung mengadaptasi berbagai kebudayaan, mengambil sedikit dari
berbagai keragaman budaya yang ada, yang dirasa cocok buat dirinya, tanpa harus
mengalami kesulitan untuk bertahan dalam kehidupan.
Perubahan tersebut dikenal sebagai perubahan sosial atau
social change. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, namun
perubahannya hanya mencakup kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat,
kecuali organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan sosial tersebut bardampak
pada munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk baru yang bermutu
tinggi dan hal inilah yang menjadi dasar terjadinya revolusi industri, serta
kemunculan semangat asketisme intelektual. Menurut Prof Sartono, asketisme
dan expertise ini merupakan kunci kebudayaan akademis untuk menuju
budaya yang bermutu.
Sebagai homo faber, manusia mencipta dan bekerja,
untuk memperoleh kepuasan atau self fulfillment. Dalam kaca mata agama
dan unsur untuk beribadah, suatu orientasi kepada kepuasan batin dan menuju ke
arah sesuatu yang transendental. Di sinilah yang disebut etos bangsa itu
muncul.
Sebenarnya etos bangsa kita juga sudah banyak disinggung
oleh para pujangga seperti dalam “Serat Wedatama” karya Mangkunegoro IV yang
disebutnya sebagai etos “mesu budi”. Etos ini merupakan suatu ajakan
untuk mementingkan penampilan yang bermutu baik lahir, maupun batin, atau kalau
dalam bahasa modern disebut juga etos intelektual. Kemudian, etos intelektual
inilah yang mendorong masyarakat untuk terus berkarya dan terus menciptakan
hal-hal baru guna meningkatkan kemakmuran hidupnya, sehingga masyarakat
tersebut menjadi masyarakat yang modern. Sedangkan proses menjadi masyarakat
yang modern disebut dengan istilah Modernisasi. Jadi dengan kata lain, modernisasi
ialah suatu proses transformasi total, suatu perubahan masyarakat dalam segala
aspeknya.
B. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Masyarakat Menjadi Masyarakat yang Modern
1. perkembangan
ilmu
2. perkembangan
teknologi
3. perkembangan
industri
4. perkembangan
ekonomi
C.
Gejala-gejala Modernisasi
1.
Bidang IPTEK
Gejala
Modernisasi di bidang IPTEK ditandai dengan adanya penemuan dan pembaharuan
unsur teknologi baru yang dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat.
2.
Bidang Ekonomi
Gejala
Modernisasi di bidang Ekonomi ialah meningkatnya produktivitas ekonomi dan
efisiensi sumber daya yang tersedia, serta pemeanfaatan SDA yang memperhatikan
kelestarian alam sekitar.
3.
Bidang Politik dan Idiologi
Pada
bidang ini, gejala modern ditandai dengan adanya system pemerintahan perwakilan
yang demokratis, pemerintah yang diawasi dan dibatasi kekuasaanya, dihormati
hak-hak asasinya serta dijaminnya hak-hak sosial.
4.
Bidang Agama dan Kepercayaan
Gejala
Modernisasi di bidang Agama dan Kepercayaan ditandai dengan adanya pengembangan
nalar (rasio) dan kebahagiaan kebendaan (materi), yang pada akhirnya akan
menimbulkan paham sekularisasi dan sekularisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar
warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam
peradaban masa kini. Pada umumnya masyarakat modern tinggal di daerah
perkotaan, sehingga disebut masyarakat kota. Namun tidak semua masyarakat kota
tidak dapat disebut masyarakat modern,sebab orang kota tidak memiliki orientasi
ke masa kini, misalnya gelandangan.
B.
Ciri-ciri Masyarakat Modern
1.
Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan
pribadi.
2.
Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dengan suasana yang
saling memepengaruhi
3.
Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi sebagai sarana untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4.
Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang dapat dipelajari dan
ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan
5. Tingkat
pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
6. Hukum
yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks
7. Ekonomi
hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkanatas penggunaan
uangdan alat-alat pembayaran lain.
C.
Masyarakat Modern dilihat dari berbagai Aspek
Aspek Mental
Manusia :
1.Cenderung
didasarkan pada pola pikirserta pola perilaku rasionalatau logis, dengan
cirri-ciri menghargai karya orang lain, menghargai waktu, menghargai mutu,
berpikir kreatif, efisien, produktif percaya pada diri sendiri, disiplin, dan
bertanggung jawab.
2.Memiliki
sifat keterbukaan, yaitu dapat menerima pandangan dan gagasan orang lain.
Aspek Teknologi :
1.Teknologi
merupakan factor utama untuk menunjang kehidupan kearah kemajuan atau
modernisasi.
2.Sebagai
hasil ilmu pengetahuan dengan kemampuan produksi dan efisiensi yang tinggi.
Aspek Pranata Sosial :
I. Pranata Agama :
Relatif kurang
terasa dan tampak dalam kehidupan sehari-hari, diaibatkan karena sekularisme
II.
Pranata Ekonomi :
1.
Bertumpu pada sektor Indusri Pembagian kerja yang lebih tegas dan memiliki
batas-batas yang nyata.
2.
Pembagian kerja berdasarkan usia dan jenis kelamin kurang terlihat.
3.
Kesamaan kesempatan kerja antar priadan wanita sangat tinggi.
4. Kurang
mengenal gotong-royong.
5.
Diobedakan menjadi tiga fungsi, yaitu: produksi distribusi, dan konsumsi.
6. Hampir
semua kebutuhan hidupmasyarakat diperoleh melalui pasar dengan menggunakan uang
sebagai alat tukar yang sah.
III.
Pranata Keluarga :
1. Ikatan
kekeluargaan sudah mulai lemahdan longgar, karena cara hidup yang cenderung
inidividualis.
2. Rasa
solidaritas berdasarkan kekerabatan umumnya sudah mulai menipis.
IV.
Pranata Pendidikan :
Tersedianya fasilitas pendidikan formal
mulai dari tingkat rendah hingga tinggi, disamping pendidikan keterampilan
khusus lainnya.
V. Pranata Politik :
Adanya
pertumbuhan dan berkembangnya kesadaran berpolitik sebagai wujud demokratisasi
masyarakat.
D.
Gambaran Umum Kehidupan Masyarakat
Modern
Pada kehidupan masyarakat modern, kerja merupakan bentuk
eksploitasi kepada diri, sehingga mempengaruhi pola ibadah, makan, dan pola
hubungan pribadi dengan keluarga. Sehingga dalam kebudayaan industri dan
birokrasi modern pada umumnya, dipersonalisasi menjadi pemandangan sehari-hari.
Masyarakat modern mudah stres dan muncul penyakit-penyakit baru yang berkaitan
dengan perubahan pola makanan dan pola kerja.
Yang terjadi kemudian adalah dehumanisasi dan alienasi atau
keterasingan, karena dipacu oleh semangat kerja yang tinggi untuk menumpuk
modal. Berger menyebutnya sebagai “lonely crowd” karena pribadi
menemukan dirinya amat kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kebudayaan
industrialisasi, terus terjadi krisis. Pertama, kosmos yang nyaman berubah
makna karena otonomisasi dan sekularisasi sehingga rasa aman lenyap. Kedua
masyarakat yang nyaman dirobek-robek karena individu mendesakkan diri kepada
pusat semesta, ketiga nilai kebersamaan goyah, keempat birokrasi dan waktu
menggantikan tokoh mistis dan waktu mitologi.
Para penganut paham pascamodern seperti Lyotard pernah
mengemukakan perlunya suatu jaminan meta-sosial, yang dengannya hidup kita
dijamin lebih merdeka, bahagia, dan sebagainya. Khotbah agung-nya (metanarasi)
ini mengutamakan perlunya new sensibility bagi masyarakat yang terjebak
dalam gejala dehumanisasi budaya modern. Kebiasaan dari masyarakat modern
adalah mencari hal-hal mudah, sehingga penggabungan nilai-nilai lama dengan
kebudayaan birokrasi modern diarahkan untuk kenikmatan pribadi. Sehingga,
munculah praktek-peraktek kotor seperti nepotisme, korupsi, yang menyebabkan
penampilan mutu yang amat rendah.
E. Kebudayaan Modern
Proses akulturasi di Negara-negara berkembang tampaknya
beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh
aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat
arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”.
Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan
internasional yang jelas menguntungkan secara positif.
Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya
kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri
dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan
kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi
overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran
timbul yang serentak. Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis
demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984). Apakah kebudayaan
Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan Nasional yang telah
ada? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi yang jelas tentang
Kebudayaan Barat Modern. Menurut para ahli kebudayaan modern dibedakan menjadi
tiga macam yaitu:
a.
Kebudayaan Teknologi Modern
Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern
dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak
Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas
sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa
dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang
kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam
putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu
kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan
dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup
masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam
peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan
hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya. Kebudayaan
Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai,
netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi
ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis,
Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan
para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau
kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok
bersifat instumental.
b.
Kebudayaan Modern Tiruan
Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu
yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan
itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan
teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan
simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang
internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried
Chicken (KFC).
Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh
hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty
free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun
sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya
artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin. Kebudayaan
Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil
teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak
menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan
semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita,
kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin
dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya
kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang
ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang
dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini,
bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan
sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi
kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena
ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya
manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
c.
Kebudayaan-Kebudayaan Barat
Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan
Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan
Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia
mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain,
akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan
barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka
masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu
belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan
Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga
belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang
pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan
moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).
F.
Tantangan Kebudayaan Masyarakat Modern
1.
Kebudayaan Modern Tiruan
Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah
Kebudayaan Modern Tiruan. Dia mengancam justru karena tidak sejati, tidak
substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu membuat kita menjadi
manusia plastik, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia kosong,
manusia latah.
Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng,
mempunyai daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita
tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang status. Ia menawarkan
kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita impikan. Ia menjanjikan
kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berhenti berpikir sendiri,
berhenti membuat kita kehilangan penilaian kita sendiri. Akhirnya kita
kehabisan darah , kehabisan identitas. Kebudayaan modern tiruan membuat kita
lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus juga tidak menyentuh
kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992)
2.
Bagaimana Memberi Makan, Sandang,
dan Rumah
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah
perjuangan manusia dalam mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang
paling mendasar bagi manusia adalah masalah makan, pakaian dan perumahan.
Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat orang yang cerdas.
Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang akan berpikir maju
dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk itu, permasalahan
pemenuhan kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola hubungan di antara manusia.
Orang rela mencuri bahkan membunuh agar ia bisa makan sesuap nasi. Sehingga,
kelalaian dalam hal ini bukan hanya berdampak pada kemiskinan, kelaparan,
kematian, akan tetapi akan berpengaruh dalam tatanan budaya-sosial masyarakat.
3. Masalah Pendidikan yang Tepat
Pendidikan masih menjadi permasalahan yang menjadi perhatian
serius jika bangsa ini ingin dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena
yang menarik terkait dengan hal ini, yaitu mengenai kolaborasi kebudayaan
dengan pendidikan, dalam artian bagaimana sistem pendidikan yang ada
mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada suatu kebudayaan yang
menjadi spirit dari sistem pendidikan yang kita terapkan.
4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu
Pengetahuan
Problem ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih
menjadi konsumen atas produk-produk teknologi dari negara luar. Situasi
keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan belum didukung oleh iklim yang
kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penciptaan
produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan impor produk dari
luar negeri, maka kita akan terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini
tantangan bagi kita untuk mengejar ketertinggalan iptek dari negara-negara
maju.
5. Kondisi Alam Global
Beberapa waktu yang lalu di halaman depan harian Kompas
tanggal 12 April 2007, ada berita menarik mengenai keadaan bumi hari ini,
’Pemanasan Global, Jutaan Orang akan Teracam”. Pemanasan global akan memberi
dampak negatif yang nyata bagi kehidupan ratusan juta warga di dunia. Demikianlah
antara lain isi laporan kedua PBB yang sudah dipublikasikan tahun 2007. Laporan
pertama berisikan bukti ilmiah perubahan iklim, sedangkan laporan ketiga akan
membeberkan tindakan untuk menanganinya.
Laporan para pakar yang tergabung dalam Intergovermental
Panel on Climate Change (IPCC) dibeberkan dalam jumpa pers secara serentak di
berbagai belahan dunia, Selasa (10/04/2007). Laporan setebal 1.572 halaman itu
ditulis dan dikaji 441 anggota IPCC. Salah satu dampak pemanasan global adalah
meningkatnya suhu permukaan bumi sepanjang lima tahun mendatang. Hal itu akan
mengakibatkan gunung es di Amerika Latin mencair. Dampak lanjutannya adalah
kegagalan panen, yang hingga tahun 2050 mengakibatkan 130 juta penduduk dunia,
terutama di Asia, kelaparan. Pertanian gandum di Afrika juga akan mengalami hal
yang sama.
Laporan itu menggarisbawahi dampak pemanasan global berupa
meningkatnya permukaan laut, lenyapnya beberapa spesies dan bencana nasional
yang makin meningkat. Disebutkan, 30% garis pantai di dunia akan lenyap pada
2080. Lapisan es di kutub mencair hingga terjadi aliran air di kutub utara. Hal
itu akan mengakibatkan terusan Panama terbenam. Naiknya suhu memicu topan yang
lebih dasyat hingga mempengaruhi wilayah pantai yang selama ini aman dari
gangguan badai. Banyak tempat yang kini kering makin kering, sebaliknya
berbagai tempat basah akan semakin basah. Kesenjangan distribusi air secara
alami ini akan berpotensi meningkatkan ketegangan dalam pemanfaaatan air untuk
kepentingan industri, pertanian dan penduduk.
Asia menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah.
Perubahan iklim yang tak terdeteksi akan menjadi bencana lingkungan dan
ekonomi, dan buntutnya adalah tragedi kemanusiaan. Laporan itu mengingatkan,
setiap kenaikan suhu udara 2 derajat celsius, antara lain akan menurunkan
produksi pertanian di Cina dan Bangladesh hingga 30 persen hingga 2050.
Kelangkaan air meningkat di India seiring dengan menurunya lapisan es di
Pegunungan Himalaya. Sekitar 100 juta warga pesisir di Asia pemukimannya tergenang
karena peningkatan permukaan laut setinggi antara 1 milimeter hingga 3
milimeter setiap tahun. Saat ini, pemanasan global sudah terasa dengan
terjadinya kematian dan punahnya spesies di Afrika dan Asia
G.
Dampak Negatif dari budaya
Masyarakat Modern
1. Penyalahgunaan media teknologi
sebagai sarana pencarian hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan ilmu
pengetahuan.
2. Timbulnya praktek-peraktek curang
dalam dunia kerja seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
3. Sekularisasi adalah sebuah proses
pemisahan institusi-institusi dan simbol-simbol politis dari initusi-institusi
dan simbol-simbol religius. Kebijakan-kebijakan Negara yang mengatur sebuah
masyarakat tidak lagi didasarkan pada norma-norma agama, melainkan pada
asas-asas non-religius, seperti: etika dan pragmatisme politik.
4. Liberalisme adalah ideologi
modern, karena ia muncul bersamaan dengan modernisasi dan segala pertentangan
ideologis dalam masyarakat modern tak lain daripada pertentangan dengan
liberalisme, sehingga cerita tentang modernitas tak kurang daripada cerita
tentang liberalisme dan para lawannya. Dalam arti ini, liberalisme sangat
sensitif terhadap kolektivisme dan absolutisme kekuasaan.
5. Pluralisme adalah sebuah
pandangan yang beroperasi di dalam kebudayaan dalam bentuk sikap-sikap yang
menerima kemajemukan orientasi-orientasi nilai di dalam masyarakat modern.
Dasar pluralisme adalah the fact of plurality, yakni suatu kenyataan bahwa jika
sebuah masyarakat mengalami modernisasi, masyarakat itu mengalami pluralisasi
nilai di dalam dirinya. Pluralitas tidak serta merta memunculkan pluralisme,
karena tidak semua orang setuju pluralitas.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Perubahan sosial mendorong munculnya semangat-semangat untuk
menciptakan produk baru , sehinnga terjadilah revolusi industri, dan kemunculan
semangat asketisme intelektual. Kemudian, asketisme intelektual menimbulkan
etos intelektual, dan inilah yang mendorong masyarakat untuk terus berkarya dan
terus menciptakan hal-hal baru guna meningkatkan kemakmuran hidupnya, sehingga
masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang modern. Sedangkan proses menjadi
masyarakat yang modern disebut dengan istilah Modernisasi.
I.
Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang
sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke
kehidupan dalam peradaban masa kini.
II.
Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Masyarakat
1. perkembangan
ilmu
2. perkembangan
teknologi
3. perkembangan
industri
4. perkembangan
ekonomi
III.
Gejala-gejala Modernisasi
1. adanya
penemuan dan pembaharuan unsur teknologi baru yang dapat meningkatkan
kemakmuran masyarakat.
2.
meningkatnya produktivitas ekonomi dan efisiensi sumber daya yang tersedia,
serta pemeanfaatan SDA yang memperhatikan kelestarian alam sekitar.
3. adanya
system pemerintahan perwakilan yang demokratis, pemerintah yang diawasi dan
dibatasi kekuasaanya, dihormati hak-hak asasinya serta dijaminnya hak-hak
sosial.
4. adanya
pengembangan nalar (rasio) dan kebahagiaan kebendaan (materi), yang pada
akhirnya akan menimbulkan paham sekularisasi dan sekularisme.
IV.
Ciri-ciri Masyarakat Modern
1.
Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan
pribadi.
2.
Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka dengan suasana yang
saling memepengaruhi
3.
Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi sebagai sarana untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4.
Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang dapat dipelajari dan
ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan kejuruan
5. Tingkat
pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
6. Hukum
yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat kompleks
7. Ekonomi
hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkanatas penggunaan
uangdan alat-alat pembayaran lain.
V.
Kebudayaan Modern
1.
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan suatu kebudayaan bukan hanya dalam
sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh
hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi,
sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta
persenjataan modern.
2.
Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam
lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan
kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah
saja
3.
Kebudayaan-Kebudayaan Barat
VI.
Tantangan Kebudayaan Masyarakat Modern
1.
Kebudayaan Modern Tiruan
2.
Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah
3. Masalah
Pendidikan yang Tepat
4.
Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
5. Kondisi
Alam Global
VII.
Dampak Negatif dari budaya
Masyarakat Modern
1. Penyalahgunaan media teknologi
2. Timbulnya praktek-peraktek curang
3. Sekularisasi
4. Liberalisme
5. Pluralisme
B.
Saran
Sebaiknya kita sebagai masyarakat modern tidak harus
menyerap semua budaya modernisasi, agar tidak terjadi dampak-dampak negative
dalam kehidupan kita sebagai masyarakat yang modern.
Daftar
Pustaka
Bakker,
JWM. 1999. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Davis,
Kingsley. 1960. Human Society The Macmillan Company. New York.
Dewantara,
Ki Hajar. 1994. Kebudayaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan
Tamansiswa..
Koentjaraningrat.
2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta
Sarjono.
Agus R (Editor). 1999. Pembebasan Budaya-Budaya Kita. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Soekanto,
Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Soemardjan,
S dan Breazeale, K. 1993. Cultural Change in Rural Indonesia; Impact of
Village Development. Honolulu: UNS-YISS-East West Center.
Sorokin, Pitirim A. 1957. Social and Cultural Dynamics.
Boston: Sargent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar